Jumat, Mei 29, 2009

Neoliberal dan Ekonomi Kerakyatan

Beberapa hari belakangan ini ada 2 istilah yang tampaknya saling berlawanan yang sering muncul dalam berbagai acara yang berisi tentang capres dan cawapres yang akan bertanding dalam pemilu presiden 8 juli mendatang. Istilah tersebut yaitu neolib dan ekonomi kerakyatan. SBY dan pendampingnya Boediono disebut sebagai kepanjangan tangan dari neolib yang dianggap sebagai pendukung kebijakan yang lebih pro kepada pasar bebas. Sedangkan Megawati dan Prabowo tampaknya ingin dianggap sebagai calon yang lebih memperhatikan nasib rakyat kecil dengan mengenalkan suatu kebijakan yang ingin dikenal sebagai ekonomi kerakyatan. Begitu juga dengan JK dan Wiranto walaupun jelas mereka bukan pendukung neolib tapi juga tidak 100 persen pendukung ekonomi kerakyatan. Kita sebagai calon pemilih hendaknya juga harus tahu dengan visi dan misi dari para calon presiden itu. Jangan hanya karena melihat bahwa neolib adalah kepanjangan tangan dari liberalisme kita langsung mencap bahwa neolib itu jelek, dan kita juga tidak bisa langsung mengatakan bahwa ekonomi kerakyatan itu baik karena lebih memperhatikan rakyat kecil. Dalam hal ini sebenarnya baik neolib maupun ekonomi kerakyatan mempunyai aspek positif dan negatif seperti dua sisi mata uang. Kalau negara kita benar-benar menyerahkan nasibnya pada keadaan pasar dunia, tampaknya hal tersebut adalah suatu hal yang sangat tidak bijaksana mengingat posisi tawar kita yang sangat rendah di mata dunia internasional. Dengan hanya menunggu nasib pada pergerakan pasar hal tersebut adalah suatu hal yang sangat tidak bertanggung jawab, namun kitapun tampaknya tidak bisa menutup diri terhadap pasar bebas yang sangat kuat berusaha masuk ke dalam negara kita. Oleh sebab itu hendaknya para pemimpin kita lebih bijaksana dalam menentukan langkah-langkat ataupun kebijakan ekonomi yang akan diambil. Ekonomi kerakyatan dengan tidak sedikitpun memberi ruang bagi investasi asingpun tentunya akan membawa pengaruh buruk bagi perkembangan negara kita. Negara kita akan semakin terpuruk dalam usahanya untuk menyamai teknologi yang semakin berkembang di luar sana. Dengan melarang investasi dari luar maka transfer teknologipun akan terhambat. Oleh sebab itu kita jangan terpancing dengan retorika-retorika yang gencar diajukan oleh para calon itu. Kita harus lebih bijaksana dalam menentuka pilihan.
Saya sebenarnya adalah pendukung PDIP sejati, saya adalah pencinta Bung Karno. Namun melihat situasi sekarang ini yang tidak bisa hanya mengandalkan pada nama besar Sang Proklamator. Dengan situasi dunia sekarang ini yang sedang menghadapi krisis global, kita hendaknya mempunyai pemimpin yang mempunyai visi dan misi yang jelas dan tidak ada di bawah tekanan siapapun. SBY jelas-jelas adalah boneka Amerika, sedangkan JK adalah seorang pengusaha yang jelas-jelas menerapkan prinsip ekonomi dalam setiap pergerakannya, dan Megawati adalah seorang pejuang yang tampaknya sudah saatnya berdiri di belakang layar dan tidak lagi ada dalam jajaran pengambilan keputusan.
Semua berpulang kepada anda, siapaka menurut anda yang pantas memimpin negara ini, sebuat negar yang kaya raya yang berisi beraneka ragam suku bangsa dan budaya yang terdir dari lebih dari 13.000 pulau yang berisi lebih dari 200 juta orang, namun selama ini masih saja hidup terjajah walaupun katanya sudah merdeka tahun 1945...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar