Kamis, Mei 21, 2009

Politisi Gadungan atau Badut Reformasi

Sampai saat ini hampir semua media masih saja sibuk meliput kegiatan politik di negara kita yang tercinta ini. Bisa dipastikan hampir 50 persen porsi berita habis dipergunakan untuk liputan mengenai sepak terjang para politisi menjelang pemilu presiden mendatang. Dengan telah terbentuknya koalisi menuju RI 1 ini justru memperlihatkan kepada kita siapa-siapa saja yang sebenarnya mempunyai tujuan untuk membela kepentingan rakyat(ya bukan rakyat banyak, maksudnya ya segelintir oranglah) atau mereka yang jelas-jelas hanya membela kepentingan pribadinya sendiri.
Kini kubu SBY dihimpit oleh dua kekuatan yang mengadang-gadangkan apa itu yang disebut ekonomi kerakyatan. Dua kubu ini saling berteriak bahwa merekalah yang paling perduli kepada nasib rakyat Indonesia ini. Jargon lebih cepat lebih baik ternyata membawa angin segar bagi sebagian orang yang ingin agar perubahan menuju ke arah yang lebih baik dapat segera terlaksana. Namun bagi saya semua ini hanyalah sebuah panggung sandiwara dimana didalamnya bergelimpangan(karena bagi saya para politisi ini sudah mati hatinya) mayat-mayat hidup yang mencoba mengais kesempatan di dalam jurang kehancuran suatu negara yang di sebut Indonesia.
Partai yang jelas-jelas berazaskan Islam tapi juga terang-terangan menunjukkan bagaimana keserakahan mereka akan sesuatu yang namanya kekuasaaan. PKS berteriak ketika SBY memilih Boediono menjadi cawapresnya, namun setelah dibelai dan dikasih permen coklat dengan diiming-imingi janji bagi-bagi kekuasaan lalu diam dan ikut serta dalam deklarasi partai demokrat di Bandung. PPP yang jelas-jelas berlandasakan Islam dengan lambang Ka'bah dalam logonya, tampak jelas sekali terjadi perpecahan di dalamnya akibat ingin berkuasa. Kemerosotan suara PBB dan PKB tampaknya tidak bisa lagi dicegah dengan semakin pintarnya para pemilih.
Kesempatan bagi negara ini untuk lepas dari jurang kehancuran adalah dengan setia dan kembali ke dasar negara kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Pancasila dan UUD 45 itu bukan dibuat sembarangan dan dihasilkan oleh mereka yang tau betul bagaimana rasanya menjadi sebuah negara yang merdeka. Demokrasi yang kita harus ikuti adalah demokrasi Pancasila bukan terpimpin, liberal ataupun komunis. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi dimana adanya kebebasan yang bertanggung jawab, bukan seperti sekarang dimana terjadi kebebasan yang salah kaprah.
Bung Karno pernah berkata"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya". Jadi cobalah untuk berkaca dan melihat kesalahan masa lalu agar kita tidak terjatuh dalam lubang yang sama.
"SEEKOR KELEDAIPUN TAK AKAN TERANTUK DUA KALI DI BATU YANG SAMA".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar