Kamis, November 26, 2009

Ya Memang Hanya Itu Bisanya

Pidato yang disampaikan SBY pada hari Senin lalu ternyata tidak mampu membendung kekecewaan dari masyarakat. Masyarakat yang menginginkan ketegasan dari presidennya terpaksa harus menelan pil kekecewaan lagi karena pernyataan SBY yang berbelit-belit dan cenderung mengembalikan lagi masalah yang ada kepada lembaga hukum yang sudah tidak dipercaya oleh masyarakat. Memang dalam pidatonya SBY mengucapkan bahwa hendaknya kasus Bibit dan Candra tidak dibawa ke pengadilan, namun apa tindakan yang mesti diambil tidak beliau sampaikan. Hal inilah yang dianggap sebagian masyarakat bahwa SBY masih tidak tegas dan tidak berpihak kepada masyarakat. Berdasarkan rekomendasi tim 8 telah jelas disarankan agar kasus itu di SP3 atau dikeluarkan SKPP oleh kejaksaan, namun dalam kenyataan di lapangan justru malah penyidik polisi telah menyerahkan berkas kasus Candra Hamzah dan telah dianggap P21 oleh kejaksaan.
Saya yang semula masih mencoba bersabar dan memberi waktu kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan instruksi presiden. Namun melihat perkembangan di lapangan, tampaknya memang benar apa yang diteriakkan oleh banyak orang di televisi bahwa SBY tidak tegas dan justru malah membuat bingung masyarakat luas. Bila melihat pernyataan jaksa agung yang mengatakan bahwa kasus tersebut adalah bukan wewenangnya untuk menghentikan dan semua itu terserah kepada jaksa penuntut, berarti jaksa agung sebagai pembantu presiden telah mengacuhkan perintah langsung dari presiden seperti yang telah disampaikan. Tapi bila dibelakang ini semua presiden berkata kepada jaksa agung untuk meneruskan kasus ini sesuai dengan hukum yang berlaku ya pantas saja jaksa agung tetap meneruskan kasus ini. Tidak mungkin jaksa agung dan kapolri membantah perintah dari atasannya sendiri.
Saya sebenarnya ingin memberi waktu dan ingin melihat bagaimana perkembangan kasus ini setelah pidato tersebut. Mengapa saya tidak langsung merasakan bahwa presiden sudah bersilat lidah dalam pidatonya karena memang tidak pantas sebagai kepala negara untuk menyatakan di depan umum bahwa dia sendiri yang langsung memerintahkan kasus itu dihentikan karena negara kita adalah negara hukum jadi tentunya harus melalui jalur hukum yang ada. Memang penghentian penyidikan itu tidak bisa begitu saja langsung dilakukan dan memerlukan waktu, namun bila memang ingin benar-benar dihentikan tentunya sudah ada tanda-tandanya. Ini bukannya ada tanda-tanda untuk dihentikan tapi malah ada kencenderungan bahwa kasus ini ingin diteruskan oleh penyidik dan jaksa dengan harapan setelah pidato tersebut dan dengan jangka waktu tertentu rakyat sudah tidak terlalu mendesak seperti sekarang ini. Apabila memang kasus ini tidak dihentikan sungguh suatu sejarah kelam dalam penegakan hukum di negara tercinta kita ini. Jadi apabila setelah pidato tersebut masih banyak terjadi demo ya wajar saja, karena memang ternyata SBY tidak bisa mengambil sikap terhadap sesuatu yang sudah jelas terang benderang.
Memang kalau kita berharap bahwa SBY akan tegas berbicara dalam pidatonya untuk menghentkan kasus ini dan akan mencopot polri dan jaksa agung tampaknya jauh api dari bara. SBY adalah jendral yang tidak pernah ada dilapangan sehingga tidak pernah dihadapkan dalam situasi yang genting yang memerlukan keputusan yang tepat dan cepat. SBY adalah jendra karir yang selalu ada dibelakang meja. Lain dengan Seoharto yang merupakan Jendral besar yang pernah memimpin serangan umum 1 Maret 1949. Jadi kalau ingin membandingkan antara Soeharto dengan SBY salah besar. Selain itu SBY orang yang terlalu berhati-hati karena memang sudah sifatnya tapi juga karena dia adalah orang yang selalu ingin memuaskan semua pihak. Pembelaan dari para pembatunya yang mengatakan bahwa SBY adalah orang yang santu dan tidak mungkin akan menyakiti pihak lain memang benar adanya, jadi kalau kita semua berharap bahwa SBY dapat bertindak tegas ya salah kita sendiri kenapa dulu memilihnya. Saya bukan konstituen dari SBY dan partainya dan saya memang sudah tahu kapasitas seorang SBY jadi saya memang tidak berharap banyak dari hasil pidato tersebut.
Tapi justru yang lebih trengginas apabila rumor bahwa mentri hukum, patrialis akbar mendatangi KPK dengan tujuan untuk meminta Bibit dan Candra mundur dari KPK sungguh ini benar-benar akan menjadi preseden buruk bagi perjalanan bangsa ini. Setelah MK mengambl keputusan tadi siang dan mengabulkan sebagian tuntutan Candra dan Bibit terhadap tindakan presiden yang memberhentikan mereka sebelum mereka dinyatakan bersalah dalam pengadilan karena hal itu bertentangan dengan hukum universal yang menyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak bersalah sebelum dinyataka bersalah oleh pengadilan. Apakah presiden akan menjilat ludahnya sendiri dan mengakui kesalahannya telah menonaktifkan kedua mantan pejabat KPK tersebut. Kita masih harus menunggu dengan sabar akhir dari semua dagelan ini, semoga kebenaran selalu keluar sebagai pemenang walaupun itu hanya terjadi di buku cerita dan tidak di duni nyata apalagi di dunia yang pemimpinnya adalah para bedebah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar