Rabu, April 22, 2009

Respon Negatif Dari Seorang Pemimpin Bangsa

Akhirnya SBY jengah juga dengan berita-berita yang beredar belakangan ini yang menyatakan bahwa pemerintah harus bertanggung jawab atas buruknya pelaksanaan pemilu kemarin. Pidatonya beberapa hari belakangan ini justru menjadi bumerang bagi dirinya. Banyak pihak yang menganggap bahwa hal ini menunjukkan bahwa pemerintah berusaha untuk lepas tangan atas masalah pemilu ini dan mencoba melimpahkan kesalahan itu pada KPU. Kemarin SBY menggelar konferensi pers di istana negara untuk menjelaskan posisinya pada masalah pemilu ini dan juga menyatakan agar pihak-pihak yang berseberangan dengan dirinya jangan asal bicara tanpa ada bukti yang jelas. Hal ini dilakukannya terutama setelah adanya wacana pemboikotan pemilu presiden 8 juli nanti oleh blok Teuku Umar, yang merupakan gabungan dari beberapa partai politik. Blok Teuku Umar yang terdiri dari PDIP, Gerindra, Hanura dan beberapa partai lainnya meminta agar pemerintah bertanggung jawab atas buruknya pelaksanaan pemilu legislatif dan mengganti anggota KPU yang bertanggung jawab atas hal ini. Apabila dalam tengat waktu yang ditentukan, pemerintah dalam hal ini SBY nampak tidak memberikan tanda yang positif maka ada kemungkinan bahwa mereka akan tidak ikut serta dalam pemiliha presiden mendatang. Hal ini dikemukakan oleh juru bicara dari blok Teuku Umar, Wiranto.
Menurut saya SBY tidak perlu merasa jengah akan banyaknya pihak yang menekan dirinya. Justru dengan sekarang ini dia membalas upaya lawan politiknya denga menyerang individu atau partai politik tertentu akan membuat persangan atas dirinya menjadi semakin panas. Logikanya kalau kita pikirkan memang seharusnya pemerintahlah yang bertanggung jawab atas buruknya pelaksanaan pemilu ini. Dalam beberapa tulisan saya sebelumnya, saya menyatakan bahwa masalah DPT ini adalah masalah yang paling krusial. Dan benar, masalah DPT inilah yang paling utama disorot, karena banyaknya suara rakyat yang tidak tertampung. Dan mengapa saya sebut pemerintah yang harus bertanggung jawab, terutama Departemen Dalam Negri, karena dari data merekalah DPT ini dibuat.
Sekali lagi saya katakan bahwa dengan SBY mencoba membalas pernyataan lawan-lawan politiknya melalui jumpa pers kemarin akan menjadi salah satu titik atau faktor akan semakin sengitnya persaingan yang akan terjadi menjelang pilpres mendatang. Dengan pidatonya itu kita semua tahu seperti apa sebenarnya seorang SBY itu. Kita tentunya tidak mau dipimpin oleh seseorang yang dengan begitu gampang melimpahkan suatu kesalahan pada orang lain, hal itu adalah sifat seorang yang pengecut. Tapi kalau kita tinjau kebelakang sifat pengecut ini sebenarnya sudah ada dalam diri SBY. Seperti kita tahu bahwa pada pemilu 2004, Megawati sebagai presiden bertanya pada SBY, apakah dia turut serta dalam proses pencalonan diri sebagai presiden. Namun apa yang terjadi, justru SBYlah yang menikung jalan Megawati dalam pilpres 2004.
Terus terang saya tidak menyukai apa yang ada dibelakang SBY dan bukan SBY sebagai individu. Namun hendaknya seseorang yang pada pidatonya selalu menggadang-gadangkan bahwa kepentingan masyarakat harus ada di atas kepentingan pribadi atau golongan hendaklah jangan terus-terusan membodohi masyarakat kita yang memang masih bodoh ini. Dan janganlah selalu bersembunyi di balik omongan bahwa ini semua adalah keinginan rakyat, bahwa partai demokrat bisa mendapat suara lebih dari 20 persen adalah cerminan bahwa masyarakat mendukung mereka.
Mendengar pernyataan seorang pejabat dalam acara"Secret Operation" di Metro tv semalam, hati saya miris mendengar bagaimana pandangan orang luar negri terhadap kita. Dia menyatakan bahwa bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang bodoh, bahwa sangat gampang mendapatkan kekuasaan di Indonesia, cukup dengan duit. Moral, mental dan martabat bangsa kita sudah jatuh di depa mata internasional. Jadi saya minta janganlah SBY terus-terusan bersembunyi dibalik"ATAS NAMA RAKYAT", karena kita semua sudah tau siapa anda.
Semoga Allah SWT membantu bangsa kita... MERDEKA...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar