Minggu, Oktober 25, 2009

Sopan Santun Di Jalan Raya

Kesopanan tidak hanya diperlukan pada saat kita berinteraksi dalam kehidupan keseharian saja tapi juga pada saat kita berkendara. Sekarang ini bisa dibilang makin banyak orang di jalan raya yang tidak tahu tata krama dan ugal-ugalan dalam membawa kendaraannya. Tidak hanya hal itu membahayakan dirinya sendiri tapi juga bisa membahayakan orang-orang lain yang ada disekitarnya. Dengan semakin mudahnya seseorang untuk mendapatkan kendaraan terutama motor membuat pertambahannya sudah tidak terkendali lagi. Sekarang ini jalan di Jakarta yang ada sudah tidak mampu lagi menanggung beban kendaraan yang ada di ibukota ini.
Sebelumnya saya nyatakan bahwa saya bukanlah orang yang anti sosial ataupun sarkastik, namun melihat polah dan tingkah laku pengendara terutama motor di jalan raya seakan menunjukkan kualitas manusianya. Hanya dengan uang DP sebesar 300 ribu, seseorang sudah dapat membawa motor ke rumah dan dengan melalui jalan belakang atau melalui calo mereka bisa mendapatkan SIM dengan mengeluarkan biaya tidak lebih dari 500 ribu. Hal inilah yang membuat semakin banyak orang yang tak tahu diri di jalan raya. Hendaknya mereka sadar akan kemampuan dan kualitas diri sendiri. Mungking memang belum saatnya mereka itu mempunyai kendaraan sendiri. Dalam berkendara di jalan raya kita tidak hanya mementingkan diri sendiri tapi juga harus waspada terhadap keadaan disekitar kita. Ada saat kita harus berhenti untuk memberi jalan kepada orang lain dan ada saat kita harus melaju lebih cepat. Kita tidak bisa seenaknya berada di sisi kanan jalan tapi mengemudikan kendaraan secara lambat. Banyak motor yang ada sekarang ini seenaknya saja berada di tengah jalur kendaraan roda empat dan satu yang saya tidak habis fikir, kenapa para pengendara motor itu sepertinya haram untuk menekan pedal rem. Selama masih ada sela atau ruangan di depan, maka para pengendara motor itu akan berusaha sekuat tenaga untuk salip kana salip kiri, sehingga mereka selalu harus ada di depan kendaraan yang lain. Ada satu lagi kelebihan pengendara motor di Jakarta atau malah di Indonesia, mereka hanya menggunakan kaca spion hanya sebagai formalitas atau hanya sebagai hiasan belaka. Malah ada sebagian pengendara yang tidak memakai spion sama sekali. Spion diciptakan sebagai alat agar kita dapat mengetahui bagaimana keadaan di belakang kita. Tapi para pengendara motor di jalan tampak 100 persen yakin bahwa tidak akan ada apa-apa dibelakangnya dan kalaupun ada mobil dibelakangnya, maka si mobil harus rela untuk memberikan jalan kepada sang motor. Hey wake up guys. Kita adalah bangsa yang beradab. Tidak ada alasan bahwa si pengendara mobil harus mengalah pada si motor apabila keadaannya memang mengharuskan si motor untuk memberi jalan kepada si mobil. Memang ada aturan tak tertulis yang menyatakan urutan di jalan raya. Pejalan kaki adalah raja diatas segala raja baru motor kemudian kendaraan roda empat. Selama para pengguna jalan itu tahu posisi dan keberadaannya, tentunya saling adu otot atau saling umpat di jalan raya tidak akan terjadi.
Bukan hanya para pengendara motor yang tidak tahu diri pada saat di jalan raya. Sekarang ini banyak pengendara mobil yang sepertinya memang belum pantas untuk membawa kendaraan. Kembali lagi bahwa di jalan raya itu ada tata krama yang setidaknya menjadi petunjuk bagaimana berkendara yang baik. Bagaimana mereka bisa tahu tata cara berkendara di jalan raya apabila surat ijin mengemudinyapun didapat dengan menyogok oknum polisi. Bagaimana mereka tahu rambu-rambu apakah yang harus dipatuhi dan tidak apabila memang kualitas pemikirannya belum sampai kepada tahap bahwa kita tidak sendiri dijalan raya. Kalaupun memang harus salip kiri salip kanan hendaknya dalam prosesnya tidak menyusahkan orang di sekitarnya dan tidak melakukan manuver yang menbahayakan. Malah kalau bis trampil dalam melakukan hal tersebut toh tidak akan menimbulkan kekesalan pada kita yang melihatnya.
Tulisan ini saya buat, karena semalam setelah pulang dari pesta ada sebuah taxi yang berusaha menyalip dari sebelah kiri saya dan berusaha untuk membuat antrian yang ada menjadi dua jalur. Melihat kelakuan sopir sakit ini, sayapun tidak memberi jalan pada taxinya. Apabila memang memungkinkan bagi dia untuk membuat dua jalur tentunya 10 mobil yang ada di depan saya sudah lebih dulu melaksanakan hal tersebut, tapi karena memang keadaannya hanya bisa untuk satu jalur mengapa harus dipaksakan. Nah inilah mengapa saya bilang sekarang banyak orang sakit di jalan raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar